Di pedalaman Kalimantan, ada sebuah hutan yang luasnya sepuluh kali lebar bandara. Pohon-pohonnya sangat tinggi bagai mencakar awan, lebat, dan rindang. Di atas sebuah pohon yang paling tinggi, hiduplah seekor burung pelikan kecil. Kau tahu, pelikan tidak seharusnya hidup di Indonesia, apalagi pedalaman Kalimantan. Tetapi, perpindahan burung-burung dari belahan dunia bagian barat terlalu berat baginya. Ia terjatuh, dan akhirnya bertahan hidup di sana.
Hari ini, dia merayakan ulang tahun perpindahannya yang ke-tiga. Wow, betapa serunya saat dia terbang mengelilingi hutan dengan paruh besar penuh kartu undangan.
“Kau akan datang kan, Paman Orangutan?” Ia terbang setelah memberikan kartu undangan pada orangutan di sebuah dahan besar.
“Tentu, jika akan ada banyak pisang!” jawabnya girang.
“Hey, sempatkan dirimu untuk Senin malam yang membahagiakan, Kawan Kutilang!” serunya pada gerombolan kutilang di dahan cemara. Mereka mengangguk dengan cicitan gembira.
“Ah, Bibi Kancil, kamu memakai bando rumput yang indah. Maukah kamu memakainya saat datang ke rumahku nanti?”
“Tupai, kamu pasti suka kacangku!”
“Rusa cantik, pastikan kamu sudah menemukan gaun yang cocok untuk nanti malam!”
“Datang ya, Kakek Siput!”
“Ah, sepupu Laba-laba! Kartu undangan terakhir ini untukmu!”
Begitulah. Pelikan terbang ke sana ke mari menyebar undangan ulangtahun pindahannya ke Indonesia. Setelah habis, ia kembali ke pohonnya. Sekarang ia mulai menghitung kue, keripik, apel, pisang, kacang, dan mentimun yang sudah ia persiapkan. Ia berpikir akan mengadakan pesta yang meriah, dan siapapun boleh mengambilnya. Tetapi terbersit di pikirannya, tidak semua teman-temannya bisa makan sesuai yang diinginkan. Kakek Siput tentu tidak akan kebagian kue jika Tupai dan Kancil makan dengan sangat cepat.
Lalu ia mulai memikirkan untuk membagi semua makanan itu sama rata. Ia punya 700 kue, 500 keripik, 49 apel, 35 pisang, 14 mentimun, dan 175 kacang. Ia harus membagi semuanya agar masing-masing mendapatkan sama banyak.
“Kawanku yang akan hadir lumayan banyak. Siput, kutilang, tupai, laba-laba, orangutan, kancil, rusa … waah tujuh!”
Benar, Pelikan mengundang tujuh teman. Lalu berapa buah yang didapatkan masing-masing? Ia membuat semacam pembagian seperti permainan Congklak (dakon). Ia membuat tujuh balok sebagai simbol tujuh temannya. Lalu mulai membagi mentimun, pisang, dan apel.
Akhirnya masing-masing kotak itu terisi dengan 2 mentimun, 5 pisang, dan 7 apel. Tetapi pelikan tidak bisa menggunakan cara ini untuk membagi kacang, terlalu banyak. Ia ingat pernah diajari seorang katak ahli matematika di Rusia; porogapit. Seperti ini:
√(7&175)
Maka pertama, pelikan harus membagi dua angka terdepan (17) dengan angka 7. Dapat hasil 2, sisa 3. Kemudian angka 5 turun di samping angka 3 menjadi angka 35. Lalu dibagi 7 hasilnya 5. Dua angka hasil disandingkan jadinya 25!
Tetapi cara ini terlalu sulit jika dipakai untuk membagi kue dan keripik yang jumlahnya terlalu besar. Rencananya, kue dan keripik ini akan dibagi kepada penghuni hutan sebanyak-banyaknya tapi dengan jumlah yang sama. Tetapi pelikan bingung bagaimana membaginya. Sebuah idepun datang. Dia membuat pohon faktor! Pohon ini menggunaka angka utama sebagai pucuknya, dan angka-angka faktor sebagai cabangnya.
Angka 700 dibagi dengan 2 hasil 350, dibagi 2 lagi hasil 175, dibagi 5 hasil 35, dibagi 5 lagi hasil 7. Kemudian angka-angka faktor tersebut dikumpulkan, 2^2, 5^2, 7.
Sementara untuk keripik, 500 dibagi 2 hasil 250, dibagi 2 hasil 125, dibagi 5 hasil 25, dibagi 5 hasil 5. Faktor-faktornya dikumpulkan: 2^2, dan 5^3.
Kedua kumpulan faktor tersebut dicari faktor-faktor persekutuannya, ketemu 2^2 dan 5^2. 4X25=100. Jadi, kue dan keripik tersebut bisa dibagi kepada 100 orang.
Kini pelikan sudah mempunyai jumlah penghuni hutan yang akan mendapatkan kue dan keripiknya. Tetapi masing-masing dapat berapa?
Kue, 700:100=7, keripik, 500:100=5, kepada 100 orang, pelikan memberi masing-masing 7 kue dan 5 keripik.
***
Acara ulang tahun pindahan Pelikan di bawah pohon paling tinggi berlangsung meriah. Kini mereka membawa pulang jatah makanan masing-masing dan tidak ada yang berebut. Pelikan tidak lupa membagi 100 jatah makanan untuk tetangga-tetangganya.
“Wah, kukira aku tidak akan dapat kacang!” Kakek Siput bergumam ketika pulang sambil menyeret sekantong makanan.
“Memangnya Kakek Siput doyan kacang?” Laba-laba mengikuti jalan Kakek Siput.
“Tidak juga, tapi rasanya sangat adil saat Pelikan membuat jatah yang sama pada kita!”
“Jangankan kita teman-temannya, 100 tetangga Pelikan pun dapat kue dan keripik! Pintar sekali ya dia bisa membagi sama rata!”
“Itulah mengapa aku senang berkawan dengan Pelikan, dia ramah, adil dan pintar!”
Pelikan yang sedang terbang kembali dari sarang Nenek Badak itu tersenyum-senyum mendengar percakapan Kakek Siput dan Laba-laba. Meskipun awalnya susah, tetapi akhirya dia bisa memecahkan pembagian ini dengan mudah.
***
selesai.....